Saya pernah membaca salah satu status dari suatu halaman surat kabar online yang isnya kurang lebih seperti ini; " batik diajarkan di kelas dan menjadi kurikulum wajib di beberapa sekolah di Amerika" wah, betapa mereka menghargai hasil kebudayaan kita, banggalah apa yang kita punya dikagumi orang asing. Tapi tiba-tiba mood 'bangga' saya hilang setelah membaca berbeapa komentar --yang menurut saya sedikit agak tidak menyenangkan untuk dibaca-- diantaranya kurang lebih seperti ini:"kalau di Indonesia mana mau anak-anak mudanya belajar membatik di sekolah?"
"kapan ya di Indonesia ada kurikulum seperti itu? ada sih kayak gitu tapi pasti adanya di sekolah mahal"
"dasar orang Indonesia kurang cinta dengan kebudayaannya sendiri sampai-sampaii kebudayaannya dipakai di negara lain"
"ah, kecolongan lagi"
pertanyaan saya saat itu; pertama, sudah bertanyakah Anda pada siswa-siswi di sekitar Anda tentang apa yang mereka pelajari pada materi seni dan budaya? sudah bertanyakah Anda pada siswa-siswi di seluruh Indonesia tentang apa yang mereka pelajari pada materi seni dan budaya?
Beberapa tahun lalu saya masih siswa Sekolah Menengah Atas. Sekolah saya hanya sekolah negeri biasa --bukan sekolah bergengsi yang notabene ber-SPP mahal, bukan sekolah anak-anak kaya karena hanya orang kaya yang mampu menyekolahkan anaknya di sana-- tetapi saya punya hasil karya 'batik tulis' hasil coretan saya sendiri, saya pernah duduk berpanas-panasan di depan malam batik cair, saya pernah mendidihkan dan mencuci coretan saya kemudian mewarnai kain saya sehingga menjadi seongok kain bermotif, yang seharusnya disebut BATIK.
Sudah tahukah Anda di beberapa daerah lain juga ada -mungkin- banyak siswa atau remaja yang juga punya batik hasil coretan mereka sendiri?
kedua, sudah berkacakah Anda? Seberapa jauh Anda mengenal kebudayaan Anda? Sudah cintakah Anda pada budaya Anda? seberapa 'ngelontok'kah Anda dengan budaya Anda? Apa Anda tahu nama tarian, senjata, laat musik, baju, rumah, lagu, permainan khas daerah Anda? Jujur saja, saya juga tidak bisa menjwab itu semua. saya kurang memahami budaya saya, saya tidak bisa berbahasa jawa 'krama inggil', saya tidak hafal aksara jawa, banyak yang saya tidak ketahui. Tapi saya berusaha mempelajarinya perlahan, saya berusaha mencintai budaya saya, saya berusaha tidak mencemooh, mengejek, meremehkan negara saya apalagi orang-orang negara saya --yang katanya tidak cinta budayanya sendiri--, berusaha tidak mengutuk ndgara yang mengakui budaya kita -- atau budaya yang kebetulan kurang mendapat perhatian. Ya kita semua samalah, sama-sama kurang. Bukan maksud saya menggurui atau karena saya sudah merasa 'ah, saya kan sudah belajar budaya saya' tapi saya menjadi terlalu emosi untuk tidak mengatakan, sudahlah jangan mengejek dan mengkritisi negara kita terus. ini negara kita, kita yang menghidupkannya, kita yang membangun, kita yang menjaga. Kita sendiri yang menanam tanaman di tanah Indonesia, kita sendiri juga yang memakan hasilnya, kita membangun papan di tanah Indonesia, kita sendiri yang menempati. Apa sih yang membuat negara kita ada? masyarakat. Siapa masyarakat? kita toh? Jadi, berhenti mengejek diri Anda sendiri.
“Hanya satu negara yang menjadi negaraku. Negara itu tumbuh karena perbuatan. Dan perbuatan itu adalah perbuatanku.”(mohammad Hatta)
0 komentar:
Posting Komentar